1. Masalah Penguasaan Sumber Daya Alam Indonesia
Penguasaan dan pengelolaan SDA di Indonesia berada di sekelompok orang yang menguasai lahan puluhan juta hektare, seperti pertambangan dan perkebunan sawit. Hal ini menghadirkan kenyataan yang bertolak belakang untuk dua generasi berbeda. Di satu sisi generasi muda diminta menjaga keberlanjutan lingkungan, namun di sisi lain, generasi sebelumnya mengeksploitasi kekayaan SDA
Demikian pernyataan Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi. Elfian lebih lanjut mengatakan, "SDA diekspor, sebagai bahan mentah. Bahkan ada yang dipergunakan untuk alat perebutan kekuasaan, di tingkat nasional maupun di daerah," imbuhnya. Hal ini juga berkaitan dengan masalah kebijakan. Pemerintah menetapkan rencana induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia yang membagi wilayah Indonesia menjadi koridor ekonomi dan dianggap ancaman terhadap kelestarian lingkungan.
Emil Salim, mantan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Indonesia menyatakan pula kegundahannya melihat fenomena kerusakan lingkungan Indonesia. Menurut Emil, pembangunan tidak boleh menitikberatkan aspek ekonomi semata. Tetapi harus memperhatikan dua aspek lain--sosial dan lingkungan. Ia menegaskan, bahwa tahun 2045 Bumi sudah tidak akan mampu lagi menyokong kehidupan sembilan miliar penduduk dunia.
Paparan Kementerian LH dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup 2011 lalu menyebut, laju kerusakan hutan masih lebih cepat dibandingkan laju pemulihannya. Kerusakan hutan sekitar 1,1 juta hektare per tahun di Indonesia, sedangkan kemampuan pemulihan lahan yang telah rusak hanya sekitar 0,5 juta hektare per tahun. Akibatnya, kondisi kerusakan lingkungan terjadi hampir di seluruh pelosok Indonesia dan menimbulkan berbagai bencana alam.
2. Kebijakan Sumber Daya Alam Di Indonesia
a. Arah Kebijakan Bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup dalam GHBN 1999 – 2004
- Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
- Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan, dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan.
- Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat balik.
- Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga, yang diatur dengan undang-undang.
- Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang.
b. Arah kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam dalam TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam :
- Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
- Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumber daya alam melalui identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumber daya alam sebagai potensi dalam pembangunan nasional.
- Memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai potensi sumber daya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan termasuk teknologi tradisional.
- Memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumber daya alam dan melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produk sumber daya alam tersebut.
- Menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumber daya alam yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
- Menyusun strategi pemanfaatan sumber daya alam yang didasarkan pada optimalisasi manfaat dengan memperhatikan kepentingan dan kondisi daerah maupun nasional.
c. Parameter Kebijakan PSDA bagi Pembangunan Berkelanjutan
Reformasi pengelolaan sumber daya alam sebagai prasyarat bagi terwujudnya pembangunan berkelanjutan dapat dinilai dengan baik apabila terumuskan parameter yang memadai. Secara implementatif, parameter yang dapat dirumuskan diantaranya:
- Desentralisasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan mengikuti prinsip dan pendekatan ekosistem, bukan administratif.
- Kontrol sosial masyarakat dengan melalui pengembangan transparansi proses pengambilan keputusan dan peran serta masyarakat .
- Pendekatan utuh menyeluruh atau komprehensif dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
- Keseimbangan antara eksploitasi dengan konservasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga tetap terjaga kelestarian dan kualitasnya secara baik.
- Rasa keadilan bagi rakyat dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
d. Visi Pengelolaan Sumber Daya Alam
“Terwujudnya Lingkungan Hidup yang handal dan proaktif, serta berperan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, dengan menekankan pada ekonomi hijau”.
e. Misi Pengelolaan Sumber Daya Alam
- Mewujudkan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup terintegrasi, guna mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan, dengan menekankan pada ekonomi hijau;
- Melakukan koordinasi dan kemitraan dalam rantai nilai proses pembangunan untuk mewujudkan integrasi, sinkronisasi antara ekonomi dan ekologi dalam pembangunan berkelanjutan;
- Mewujudkan pencegahan kerusakan dan pengendalian pencemaran sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup;
- Melaksanakan tatakelola pemerintahan yang baik serta mengembangkan kapasitas kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara terintegrasi.
Secara umum, sasaran pembangunan yang ingin dicapai adalah mewujudkan perbaikan fungsi lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya alam yang mengarah pada pengarusutamaan prinsip pembangunan berkelanjutan. Sasaran khusus yang hendak dicapai adalah:
- Terkendalinya pencemaran dan kerusakan lingkungan sungai, danau, pesisir dan laut, serta air tanah;
- Terlindunginya kelestarian fungsi lahan, keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan;
- Membaiknya kualitas udara dan pengelolaan sampah serta limbah bahan berbahaya dan beracun (B3);
- Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup terintegrasi.
3. Dominasi Sumber Daya Alam di Indonesia
Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam yang sangat besar. Menyimpan banyak sumber mineral, energy, perkebunan , hasil hutan dan hasil laut yang melimpah.
Saat ini Indonesia berada pada peringkat 6 dalam hal cadangan emas, nomor 5 dalam produksi tembaga, berada pada urutan 5 dalam produksi bauksit, penghasil timah terbesar di dunia setelah Cina, produsen nikel terbesar ke dua di dunia. Tambang Grasberg Papua adalah tambang terbesar di dunia. Kesimpulannya negara ini berada dalam urutan teratas dalam hal raw material.
Negara ini adalah produsen sumber energi terbesar. Berada pada urutan nomor 2 eksportir batubara di dunia setelah Australia, eksportir gas alam bersih LNG terbesar di dunia, seperempatnya dikirim ke Singapura. Eksportir terbesar gas alam cair setelah Qatar dan Malaysia.
Dalam hal komoditi perkebunan Indonesia berada pada nomor 1 dalam produksi CPO, produsen karet terbesar di dunia, berada dalam urutan 3 dalam hal produksi kakao, merupakan produsen kopi terbesar di dunia bersama Vietnam dan Brasil.
Akibatnya Indonesia menjadi sasaran utama investasi Internasional dalam rangka memburu bahan mentah. Umumnya investasi internasional berasal dari negara-negara industri maju. Tujuan utama investasi internasional di Indonesia adalah mengeruk bahan mentah. Sangat langka investasi asing di Indonesia membangun Industri.
----SEJARAH
Investasi dalam rangka memburu bahan mentah telah berlangsung sejak lama, sejak era kolonialisme Eropa tahun 1600-an. Seiring pejalanan waktu investasi luar negeri tersebut semakin meluas dan intensif. Hingga tahun 1870-an kekuasaan Kolonial Belanda hanya meliputi Jawa dan Sumatra. Wilayah-wilayah lain hanyalah kekuasaan yang sifatnya administratif belaka. Namun sekarang dominasi modal asing telah meliputi seluruh wilayah Nusantara hingga ke pulau terluar dan pulau-pulau kecil jatuh ke tangan modal asing.
Pengurasan sumber daya alam pada era kolonial hanya meliputi hasil perkebunan, timah, sedikit sumber migas, namun saat ini pengerukan yang dilakukan kapitalisme asing telah meliputi seluruh sector, tambang, minyak, gas, perkebunan, kehutanan, perikanan, pertanian, perbankan, keuangan dan perdagangan. Bahan mentah utama yang diburu adalah minyak, gas, mineral, batubara, hasil perkebunan dan hasil hutan.
Corak Investasi di Indonesia saat ini bercirikan investasi kolonial, dengan tiga ciri utama yaitu ; Pertama, investasi menguasai tanah dalam skala yang sangat luas. Kedua, Investasi hanya berorientasi mencari raw material untuk kebutuhan industri di negara negara maju. Ketiga, seluruh keuntungan atas investasi dilarikan ke luar negeri dan ditempatkan di lembaga keuangan negara negara maju.
----KONDISI OBJEKTIF
Mineral dan Batubara : Sejauh ini jumlah izin usaha pertambangan mencapai 10.566 izin. Dari total izin itu, sebanyak 5.940 izin di antaranya bermasalah atau non clean and clear, yang terdiri atas 3.988 izin usaha pertambangan operasi dan produksi mineral serta 1.952 IUP operasi dan produksi batubara.
Minyak dan Gas : Sebanyak sejak 2002 hingga 2011, terdapat 287 wilayah kerja migas yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Data BP Migas tahun 2007 wilayah kerja migas hanya 169 unit, 200 unit wilayah kerja migas pada 2008. Selanjutnya, bertambah lagi menjadi 228 pada 2009 dan 245 pada 2010
Kehutanan : Jumlah pemegang izin hak penguasaan hutan (HPH) saja sampai dengan kuartal III/2011 mencapai 22,9 juta hektare dengan jumlah pengusaha pemegang izin sebanyak 286 unit. Kini HPH disebut dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) hutan alam. Pemegang izin hutan tanaman industri (HTI) sampai dengan kuartal III/2011 sebanyak 244 unit dengan luas 9,9 juta ha. Sejak 2010 sampai dengan saat ini, terdapat permohonan izin HTI sebanyak 315 unit dengan luas 18,0 juta ha.
----Dominasi Asing
Total luas tanah/lahan di Indonesia dibawah penguasaan perusahaan-perusahaan besar. Sekitar 42 juta hektar untuk pertambangan mineral dan batubara, 95 juta hektar untuk minyak dan gas, 32 juta hektar untuk kehutanan, 9 juta hektar untuk perkebunan sawit. Luas keseluruhan mencapai 178 juta hektar. Sebagian besar lahan dikontrol oleh perusahaan asing. Padahal luas daratan Indonesia 195 juta hentar.
Investasi di Indonesia didominasi oleh perusahaan asing. Sedikitnya 95% kegiatan investasi mineral dikuasai dua perusahaan AS yaitu PT Freeport Mc Moran, dan PT Newmont Corporation. Sebanyak 85% ekplotasi minyak dan gas dikuasasi oleh asing, 48% migas dikuasai Chevron. Sebanyak 75-80% ekploitasi batubara dikuasai perusahaan asing. 65%-70 % perkebunan dikuasai asing. Sebanyak 65% perbankkan dikuasai asing.
Sebanyak 100 persen mineral diekspor, 85 persen gas diekspor, 75 persen hasil perkebunan diekspor, untuk kebutuhan industri negara-negara maju.
----PENGAMBIL-ALIHAN TERITORIAL
Di Nusa Tenggara Barat PT. Newmont Nusa Tenggara menguasai 50 persen wilayah NTB dengan luas kontrak seluas 1,27 juta hektar. Di Pulau Sumbawa salah satu wilayah NTB Newmont menguasai 770 ribu hektar, setara dengan 50 persen lebih luas wilayah daratan pulau sumbawa seluas 1,4 juta hektar. Sementara para bupati/walikota di tiga 5 kabupaten/kota di Pulau Sumbawa terus memberi ijin tambang diatas lahan-lahan yang tersisa. Saat ini lebih dari 150 Izin Usaha Pertambangan yg beroperasi di NTB baik yang sedang melakukan eksplorasi maupun produksi.
Di Papua, Kontrak Karya (KK) Freeport seluas 2,6 juta hektar, HPH 15 juta Hektar, HTI 1,5 juta hektar, Perkebunan 5,4 juta hektar, setara dengan 57 persen luas daratan Papua. Belum termasuk kontak migas yang jumlahnya sangat besar, sehingga diperkirakan Papau telah habis dibagi kepada ratusan perusahaan raksasa.
Kalimantan Timur diperkirakan seluruh wilayah daratannya seluas 19,8 juta hektar telah dibagi-bagikan kepada modal besar. Ijin tambang mineral dan batubara 5 juta ha, Perkebunan 2,4 juta hektar, ijin hutan HPH, HTI, HTR dan lainnya mencapai 9,7 juta (data MP3EI), belum termasuk kontrak migas, dimana Kaltim adalah salah satu kontributor terbesar pendapatan migas negara.
Di Madura, luas kontrak migas sudah melebihi luas pulau madura sendiri, yang diserahkan pemerintah kepada Petronas, Huski Oil, Santos, dan perusahaan asing lainnya.
----PERANGKAP REZIM INTERNASIONAL
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi pendirian WTO melalui UU No 7 Tahun 1994. Seluruh kesepakatan di bawah WTO mutlak harus diikuti Indonesia. Agenda utama WTO adalah menghapus seluruh hambatan perdagangan, baik tariff maupun non tariff serta menghilangkan hambatan investasi, dan meningkatkan komitmen dalam IPR (HAKI).
Pemerintah telah menandatangani berbagai perjanjian perdagangan bebas FTA, seperti Asean Free Trade Agreement (AFTA), ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA), Indonesia Japan Economic Comprehensive Partnership Agreeement (IJEPA). Indonesia juga berencana menandatangani berbagai perjanjian perdagangan bebas lainnya dengan berbagai negara dan kawasan di dunia.
Indonesia telah menandatangani berbagai perjanjian Bilateral dalam hal investasi yang disebut dengan Billateral Investment Treaty. Sedikitnya 67 BIT yang ditandatangani pemerintah Indonesia. Perjanjian ini merupakan perjanjian perlindungan investasi tingkat tinggi bagi investor.
----Billateral Investment Treaty (BIT)
Salah rezim internasional mengontrol indonesia adalah merlalui Bilateral Investment Treaties (BIT). Perjanjian Investasi Bilateral telah dinegosiasikan sejak akhir 1950-an, BIT adalah perjanjian untuk promosi, perlindungan investasi. Perjanjian BIT mencakup perlakuan yang sama terhadap investasi, kompensasi dalam hal pengambilalihan/nasionalisasi atau gangguan pada investasi, menjamin kebebasan transfer dana, dan mekanisme penyelesaian sengketa antara negara dengan investor dengan negara.
Sejak April 2011, Indonesia telah menandatangani 66 Perjanjian Investasi Bilateral (Bilateral Investment treaties, BIT) dengan negara-negara mitra, 16 di antaranya adalah Negara Anggota UE (Belgia, Luxemburg, Bulgaria, Republik Ceko, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Hungaria, Italia, Belanda, Polandia, Romania, Republik Slovakia, Spanyol, Swedia, dan Britania Raya).
----Billateral Investment Treaty
Isi BIT meliputi hal-hal sebagai berikut ; (1) perlakukan tanpa diskriminasi baik dengan perusahaan dalam negeri maupun perusahan negara lain, termasuk keamanan fisik, penerapan pajak, dan perlakuan khusus. 2) Insentif pajak, penghindaran pajak berganda, dan pajak yang bersifat timbal balik (3) Kompensasi atas perampasan hak secara langsung atau tidak langsung melalui nasionalisasi, pengambil alihan atau mengalami tindakan yang berakibat sama dengan nasionalisasi atau pengambil alihan atau pengambil alihan aset oleh negara (expropriation) (4). Kompensasi atau ganti rugi yang adil dan rasional atas kerugian akibat perang atau konflik bersenjata lainnya, revolusi, negara dalam keadaaan darurat, pemberontakan, kerusuhan atau huru hara. (Compensation for Losses), (5) Kebebasan melakukan transfer dalam mata uang yang bebas, seperti laba, bunga, dividen dan penghasilan lainnya; dana yang diperlukan untuk akuisisi bahan baku atau bahan pembantu, semi-fabrikasi atau selesai produk, atau untuk mengganti aset modal guna melindungi kesinambungan penanaman modal, dana tambahan yang diperlukan untuk pengembangan penanaman modal, dana pembayaran kembali pinjaman, royalti atau biaya, pendapatan perorangan, hasil penjualan atau likuidasi dari penanaman modal, kompensasi atas kerugian dan kompensasi atas pengambilalihan. (Transfer) (6) Jaminan atas resiko usaha dan asuransi, (7) Penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional.
----FTA /CEPA
Free Trade Agreement, merupakan perjanjian perdagangan bebas dan investasi. Seluruh hambatan perdagangan dan investasi dihapuskan melalui FTA. Sevagai contoh FTA antara Indonesia AESEAN China.
Selain itu ada CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement) merupakan salah satu rencana perjanjian Free Trade Agreement (FTA). Sebagai contoh CEPA antara EU dan Indonesia yang sangat komprehensif dibandingkan FTA lainnya. Investment Chapter dalam CEPA merupakan bentuk perlindungan tingkat tinggi bagi investor. Dalam dokumen Joint Study Group antara Indonesia EU terlihat bahwa Ruang lingkup perjanjian sangat komprehensif adalah 1) akses pasar, 2) 3) fasilitasi perdagangan dan investasi.
Perjanjian tersebut dapat mengikat Indonesia secara hukum atau legally binding, yang jika dilanggar akan membawa Indonesia ke arbitrase Internasional.
----REGULASI NASIONAL
Pemerintah juga telah mengesahkan UU No 25 tahun 2007 tentang penanaman modal. UU ini merupakan adopsi prinsip dasar dari WTO, BIT, dan FTAs. UU ini sejalan dengan kepentingan perusahaan multinasional.
Dibawah UU ini pemerintah telah mengeluarkan Daftar Negatif Investasi (DNI) sebagai strategi untuk membuka semua sektor ekonomi strategis bagi Investasi asing, mulai dari air, energy, pangan, keuangan.
Selain itu pemerintah telah melahirkan berbagai UU dalam rangka memfasilitasi investasi luar negeri yaitu UU Bank Indonesia, UU perbankan, Migas, UU Minerba, UU sumber daya air, UU kehutanan. Keseluruhan UU tersebut ditujukan dalam rangka memfasilitasi investasi asing seluruh sektor stratgis di Indonesia.
Proses pembuatan UU Penanaman Modal, Daftar Negtif Investasi (DNI) dilakukan dibawah perintah IMF, World Bank dan Asian Development Bank. Semua UU yang berkaitan dengan investasi dan perdagangan di Indonesia dibuat diatas perintah dari institusi keuangan global dan negara-negara maju.
Berdasarkan Perpres No. 36 tahun 2010 tentang DNI
---ARBITRASE INTERNASIONAL
Sebaga konsekuensi atas ditandatanganinya berbagai pejanjian internasional baik dalam bidang investasi maupun perdagangan, menyebabkan penyelesaian sengketa yang terjadi antara negara dengan swasta diselesaikan melalui peradilan internasional.
Dibawah payung perjanjian Internasional, perusahaan multinasional dilindungi oleh hukum internasional, yang tidak terjangkau oleh para aktivis gerakan sosial dan pemerintahan lokal. Hukum nasional yang merupakan simbol kedaulatan suatu negara ditanggalkan. Dengan demikian perjanjian internasional telah mencabut kedaulatan nasional negara-negara lemah.
Pengalaman pemerintah dalam atas kekalahan Pertamina dan PLN dalam gugatan Karaha Bodas Corporation (KBC) yang menyebabkan perusahaan negara tersebut dirugikan triliunan rupiah sebagaimana putusan arbitrase Jenewa, dimana PLN harus membayar US $ 261 juta.
----GUGATAN PERUSAHAAN ASING
June 2012, Churchill Mengajukan gugatan ke International Center for Setlement of Investment Disputes (ICSID) yang berkantor di Washington. Perusahaan Churchill menuntut pemerintah Indonesia membayar ganti rugi senilai US $ 2 miliar. Cadangan batubara EKCP diperkirakan senilai 1 miliar/tahun dan diperkirakan akan dieksploitasi selama 20 tahun. Indonesia merupakan anggota dari ICSID.
May 2011, Rafat Ali Rizvi vs Republic of Indonesia, dengan menggunakan Indonesia-United Kingdom BIT
January 2004, Cemex Asia Holdings Ltd vs Republic of Indonesia
Chevron Perusahaan minyak terbesar AS menggugat Pemerintah Indonesia atas penangkapan manajemen Chevron dengan tuduhan melakukan korupsi dana cost recovery senilai Rp. 200 miliar.
KERUGIAN NEGARA DAN RAKYAT Perjanjian internasiona l dalam rangka liberalisasi investasi dan perdagangan menyebabkan Indonesia menjadi ajang pertarungan modal mutinasional dalam merebut sumber daya alam dan sekaligus menguasai pasar Indonesia sebagai saluran dari produk manufaktur negara-negara Industri. Kedaulatan negara secara sistematis digerus oleh modal asing. Posisi pemilik modal asing telah lebih kuat dibandingkan dengan pemerintahan nasional dan pemerintah local. Ditengah upaya negara memperjuangkan kedaulatan nasional, menjaga pulau-pulau terluar dari wilayah NKRI, pada saat yang sama sebagian besar lahan di Indonesia telah jatuh dalam penguasaan modal asing. Eksploitasi kekayaan alam yang berlangsung secara ugal-ugalan telah melahirkan diskrimasi effect yang luas terhadap social ekonomi masyarakat. Tidak adanya industrialisasi olahan nasional menyebabkan jumlah kekayaan alam Indonesia yang diangkut oleh modal asing tidak pernah diketahui secara pasti. Selain itu rendahnya industrialisasi menyebabkan pengangguran di Indonesia sangat besar. Pengerukan kekayaan alam ekstraktif telah melahirkan kerusakan lingkungan, menurunkan daya dukung lingkungan dalam menopang pertanian yang merupakan sumber hidup sebagian besar rakyat Indonesia. Banyak penelitian membuktikan di lokasi dimana pertambangan berlangsung, tingkat kemiskinan masyarakatnya di wilayah tersebut sangat tinggi.
Referensi :
Gloria Samantha. Sumber: Kompas
nationalgeographic
http://rossiamargana.blogspot.com/2013/01/kebijakan-pengelolaan-sumber-daya-alam.html
Salamuddin Daeng
Indonesia for Global Justice (IGJ)
Presidium MKRI Nasional
0 comments:
Posting Komentar